Kaidah-Kaidah Penting untuk Memahami Nama dan Sifat Allah

Kaidah-kaidah ini pada awalnya ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin, dan beliau menempatkannya di bagian awal kitab Syarah Lum’atul I’tiqaad. Adapun Syaikh Abdur Razzaaq adalah salah seorang pengajar yang menyertai dakwah Syaikh Muqbil bin Hadi Al Wadi’i rahimahullah di Daarul Hadits As Salafiyah Yaman. Beliau menjelaskan kaidah-kaidah ini sebagai pengantar Syarah Lum’atul I’tiqaad dengan merujuk kepada penjelasan Syaikh ‘Utsaimin dalam Al Qawaa’idul Mutsla serta keterangan dari ulama’ lain yang juga sangat bermanfaat seperti Imam Ibnul Qayyim dan Ibnu Hajar -semoga Allah merahmati mereka semua-.

KAIDAH PERTAMA: Sikap yang wajib kita lakukan terhadap nash-nash Al Kitab dan As Sunnah yang berbicara tentang Nama dan Sifat Allah.

Dalam menyikapi nash-nash Al Kitab dan As Sunnah kita wajib membiarkan penunjukannya sebagaimana zhahir nash tanpa perlu menyimpangkan maksudnya. Ini adalah kaidah yang sangat penting. Penetapan Nama-Nama dan Sifat-Sifat Allah termasuk perkara ghaib sehingga hal itu tidak bisa dijangkau dengan akal dan rasio semata.

Makna zhahir dari Nama dan Sifat tersebut hanya bisa dipahami melalui bahasa Arab, karena Al Qur’an turun dengan bahasa ini. Begitu pula Rasul yang kepada beliau diturunkan Al Qur’an adalah orang yang berbahasa Arab. Orang-orang yang diajak bicara oleh beliau di masa itu juga orang-orang yang berbahasa Arab. Mereka bisa memahami Al Qur’an dengan bahasa tersebut.

Allah Ta’ala berfirman, “Dia (Al Qur’an) dibawa turun oleh Ar Ruh Al Amin (Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan dengan bahasa Arab yang jelas.” (QS. Asy Syu’araa’: 193-195)

Allah Ta’ala berfirman, “Sesungguhnya Kami menjadikan Al Qur’an dalam bahasa Arab supaya kamu memahami(nya).” (QS. Az Zukhruf: 3)

Maka setiap muslim wajib memahami nash-nash sesuai dengan makna zhahirnya yaitu menurut bahasa Arab selama tidak ada dalil dari syar’i yang menghalanginya.

Yang dimaksud dengan makna zhahir dari pembicaraan adalah makna yang bisa langsung tergambar di dalam benak pikiran ketika mendengarnya. Dengan demikian makna zhahir itu bisa berbeda-beda tergantung kepada susunan kalimat dan menyesuaikan konteks pembicaraan serta kepada siapa ucapan tersebut disandarkan.

Baca lebih lanjut

Penjelasan Nama Dari Nama-nama Alloh Yang Maha Indah : ASY-SYAKUUR

Oleh :   Ustadz Dr. Ali Musri Semjan Putra,M.A.

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta, selawat dan salam buat Nabi terakhir yang membawa peringatan bagi seluruh umat manusia, semoga selawat dan salam juga terlimpahkan buat keuarga dan para sahabatnya serta orang-orang yang tetap berpegang teguh dengan petunjuk Mereka sampai hari kiamat.

Para pembaca yang dirahmati Allah, pada kesempatan kali ini kita lanjutkan pembahasan seputar makna dari nama-nama Allah yang indah lagi mulia. Kemudian kita mencoba memetik berbagai pelajaran dari nama-nama Allah tersebut.

Diantara sekian nama-nama Allah kita pilih kali ini nama Allah “Asy Syakuur”. Landasannya firman Allah,
إِنَّ اللهَ غَفُورٌ شَكُور. الشورى : ٢٣

” Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Mensyukuri.”

Nama Allah yang mulia ini terulang dalam dalam Alquran sebanyak empat kali[1].

Asy Syakuur secara etimologi dalam bahasa Arab berarti: Kata “Asy syakuur” berbentuk mubaalaghah (menunjukan kebersangatan). Maka Allah adalah Zat Yang Maha Mensyukuri (yang memiliki kesempurnaan mutlak dalam membalasi amal baik).

Dan bila dinisbatkan kepada manusia, maka ia adalah seseorang yang sangat bersungguh-sungguh sekali dalam mensyukuri Rabb-nya dengan ketaatan dan melakukan apa yang ditugaskan Rabb tersebut kepadanya dari berbagai bentuk ibadah[2]. Sebagaimana Allah memuji nabi Nuh ’alahissalam,
إِنَّهُ كَانَ عَبْدًا شَكُورًا. الإسراء :٣

“Sesungguhnya dia (Nuh) adalah hamba (Allah) yang banyak bersyukur.”

Dari ayat di atas dapat kita lihat bahwa nama Asy Syakuur juga diberikan Allah kepada Makhluk yang paling banyak bersyukur[3]. Lalu bagaimana perbedaan antara keduanya? Terlebih dahulu marilah kita jelaskan jawaban pertanyaan diatas. Setelah itu baru kita kupas penjabaran meluas tentang makna “Asy Syakuur” sebagai salah satu dari nama Allah yang mulia.

Baca lebih lanjut

AS-SHAMAD, Penguasa Yang Maha Sempurna Dan Bergantung Kepada-Nya Segala Sesuatu

Oleh : Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni, MA

Dasar penetapan

Nama Allah Ta’ala yang agung ini disebutkan dalam firman-Nya:
{قُلْ هُوَ اللهُ أَحَدٌ، اللهُ الصَّمَدُ}

“Katakanlah: Dialah Allah Yang Maha Esa, Allah adalah ash-Shamad (Penguasa Yang Maha Sempurna dan bergantung kepada-Nya segala sesuatu)”(QS al-Ikhlaash:1-2).

Dan dalam sebuah hadits yang shahih Rasululah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada para sahabat radhiyallahu ‘anhum, “Apakah kalian tidak mampu membaca sepertiga (dari) al-Qur’an dalam satu malam?” Maka para sahabat radhiyallahu ‘anhum merasakan hal itu sangat berat dan meraka berkata: Siapa di antara kami yang mampu (melakukan) hal itu, wahai Rasulullah? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “(Surat) Allah al-Wahid (Yang Maha Esa) ash-Shamad (Penguasa Yang Maha Sempurna dan bergantung kepada-Nya segala sesuatu) adalah (sebanding dengan) sepertiga al-Qur’an”[1].

Makna ash-Shamad secara bahasa

Ibnu Faris menjelaskan bahwa asal kata nama ini menunjukkan dua makna, salah satunya adalah al-qashdu (tujuan), artinya: orang yang dinamakan dengan ini adalah pemimpin yang dituju (dijadikan rujukan) dalam semua urusan. Kemudian Ibnu Faris berkata: “Allah yang maha agung kemuliaan-Nya adalah ash-Shamad karena Dialah yang dituju oleh semua hamba-Nya dengan doa dan permohonan mereka”[2].

Al-Fairuz Abadi menjelaskan bahwa termasuk makna ash-Shamad secara bahasa adalah as-sayyid (pemimpin) karena selalu dituju (dijadikan rujukan), juga berarti yang kekal dan mulia[3].

Demikian juga Ibnu Manzhur menyebutkan bahwa makna ash-Shamad adalah yang dituju dan dijadikan sandaran[4].

Ibnul Atsir berkata: “Nama Allah ash-Shamad artinya as-sayyid (penguasa) yang mencapai puncak kemahakuasaan. Ada yang berpendapat: artinya adalah yang maha kekal abadi…Dan ada yang mengatakan: artinya adalah yang dituju (oleh semua makhluk) dalam segala kebutuhan mereka”[5].

Oleh karena itu, (dulunya) orang Arab menamakan para pemimpin mereka dengan “ash-shamad” karena merekalah yang dituju oleh orang-orang yang mempunyai keperluan dan terhimpunnya (sifat) kepemimpinan pada (diri) mereka”[6].

Baca lebih lanjut

Syarah Nama Allah “Al Fattaah”

Oleh : Ustadz Dr. Ali Musri Semjan Putra,M.A.

Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta, selawat dan salam buat Nabi terakhir yang membawa peringatan bagi seluruh umat manusia, semoga selawat dan salam juga terlimpahkan buat keuarga dan para sahabatnya serta orang-orang yang tetap berpegang teguh dengan petunjuk Mereka sampai hari kiamat.

Allah memiliki nama-nama yang sangat mulia dan indah. Kemulian dan keindahan tersebut dari dua segi; dari segi lafatz dan dari segi maknanya. Makna dari nama-nama Allah tersebut menunjukkan akan sifat Allah yang Maha Sempurna.

Sebagaimana Allah tegaskan dalam firman-Nya,

وَللهِ اْلأَسْمَآءُ الْحُسْنَى فَادْعُوهُ بِهَا وَذَرُوا الَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِي أَسْمَائِهِ سَيُجْزَوْنَ مَاكَانُوا يَعْمَلُونَ :الأعراف: ١٨٠.

“Dan Allah memiliki nama-nama yang indah, maka berdoalah kepadanya dengan nama-nama-Nya tersebut. Dan jauhilah orang-orang yang menyimpang dalam (memahami) nama-nama-Nya. Mereka akan dibalasi terhadap apa yang mereka lakukan”.

Tentang nama-nama Allah ada beberapa hal yang harus kita pahami sebagaimana yang terdapat pada ayat di atas:

Pertama: meyakini bahwa Allah memiliki nama-nama yang sangat mulia lagi indah. Barangsiapa yang tidak meyakini tentang nama-nama Allah, maka orang tersebut tidak beriman kepada Allah secara utuh dan benar. Bila kita perhatikan begitu banyak ayat-ayat Al Qur’an yang ditutup dengan nama-nama Allah. Dimana makna dari nama Allah tersebut sangat erat hubungannya denga kontek ayat itu sendiri.

Kedua: nama-nama Allah tersebut menggandung makna yang sangat sempurna yang disebut sifat. Orang yang tidak meyakini tentang sifat yang terkandumg dalam nama-nama Allah berarti ia telah melakukan penyimpangan dalam beriman kepada Allah.

Ketiga: berdoa dan beribadah kepada Allah dengan nama-nama Allah tersebut. Untuk mencapai kesempurnaan dalam beribadah kepada Allah adalah dengan memahami makna dari nama-mana Alllah tersebut. Bahkan ilmu ini adalah ilmu yang sangat agung untuk dipelajari. Sehingga dalam beribadah kepada Allah benar-benar kita seakan melihat Allah. Sekaligus menimbulkan nilai khusu’ dalam beribadah, karena saat beribadah seolah-olah kita melihat Allah. Atau kita merasa sedang dilihat Allah.

Baca lebih lanjut

AL-WADUUD, Yang Maha Mencintai Hamba-hamba-Nya yang Shaleh

Oleh : Ustadz Abdullah Bin Taslim Al Buthoni, MA

Dasar penetapan

Nama Allah Subhanahu wa Ta’ala yang maha agung ini disebutkan dalam dua ayat al-Qur’an:

1. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
{وَاسْتَغْفِرُوا رَبَّكُمْ ثُمَّ تُوبُوا إِلَيْهِ إِنَّ رَبِّي رَحِيمٌ وَدُودٌ}

“Dan mohonlah ampun kepada Rabb-mu (Allah ‘Azza wa Jalla) kemudian bertaubatlah kepada-Nya, sesengguhnya Rabb-ku Maha Mencintai hamba-hamba-Nya lagi Maha Pengasih” (QS Huud: 90).

2. Firman Allah Ta’ala:
{إِنَّهُ هُوَ يُبْدِئُ وَيُعِيدُ وَهُوَ الْغَفُورُ الْوَدُودُ}

“Sesungguhnya Dia-lah Yang menciptakan (makhluk) dari permulaan dan menghidupkannya (kembali). Dan Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Mencintai hamba-hamba-Nya” (QS al-Buruuj: 13-14).

Berdasarkan ayat-ayat di atas, para ulama menetapkan nama al-Waduud sebagai salah satu dari nama-nama Allah ‘Azza wa Jalla yang maha indah, seperti Imam Ibnul Atsir[1], syaikhul Islam Ibnu Taimiyah[2], imam Ibnul Qayyim[3], imam al-Qurthubi[4], Syaikh ‘Abdur Rahman as-Sa’di[5], Syaikh Muhammad bin Shaleh al-’Utsaimin[6], dan lain-lain.

Baca lebih lanjut

AL-JAMIL, Yang Maha Indah

Oleh : Ustadz Abdullah Bin Taslim Al Buthoni, MA

Nama Allah Ta’ala yang maha mulia ini disebutkan dalam sebuah hadits yang shahih, dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

((لا يدخل الجنة من كان في قلبه مثقالُ ذرة من كبر)). قال رجل: إن الرجل يحب أن يكون ثوبه حسناً ونعله حسنةً. قال: ((إن الله جميلٌ يحب الجمال، الكبر بطر الحق وغمط الناس)) رواه مسلم.

“Tidak akan masuk surga orang yang dalam hatinya ada kesombongan seberat biji debu”. Ada seorang yang bertanya: Sesungguhnya setiap orang suka (memakai) baju yang indah, dan alas kaki yang bagus, (apakah ini termasuk sombong?). Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah Maha Indah dan mencintai keindahan, kesombongan itu adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain”[1].

Makna al-Jamil secara bahasa

Ibnu Faris menjelaskan bahwa asal kata nama ini menunjukkan dua makna, salah satunya adalah indah/bagus[2].

Al-Fairuz Abadi menjelaskan bahwa asal kata nama ini berarti keindahan dalam tingkah laku dan rupa[3].

Ibnul Atsir lebih lanjut menjelaskan bahwa al-Jamil berarti Yang Maha Indah perbuatan-perbuatan-Nya dan sempurna sifat-sifat-Nya[4].

Baca lebih lanjut

AR-RABB, Yang Maha Mengatur dan Menguasai Alam Semesta

Oleh : Ustadz Abdullah Bin Taslim Al Buthoni, MA

Dasar penetapan

Nama Allah Ta’ala yang maha indah ini disebutkan dalam beberapa ayat al-Qur’an, di antaranya dalam firman Allah Ta’ala,

{قُلْ إِنَّ صَلاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ}

“Katakanlah:”Sesungguhnya shalatku, ibadatku, hidupki dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam” (QS al-An’aam:162).

Dan dalam firman-Nya,

{قُلْ أَغَيْرَ اللَّهِ أَبْغِي رَبًّا وَهُوَ رَبُّ كُلِّ شَيْءٍ}

“Katakanlah:”Apakah aku akan mencari Rabb selain Allah, padahal Dia adalah Rabb bagi segala sesuatu?” (QS al-An’aam:164).

Demikian pula dalam firman-Nya,

{رَبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا الْعَزِيزُ الْغَفَّارُ}

“Rabb langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, Yang Maha Perkasa lagi Maha Pengampun” (QS Shaad: 66).

Juga dalam firman-Nya,

{سَلامٌ قَوْلا مِنْ رَبٍّ رَحِيمٍ}

“(Kepada penghuni surga dikatakan): “Salam”, sebagai ucapan selamat dari Rabb Yang Maha Penyayang” (QS Yaasiin:58).

Baca lebih lanjut

AR-RAQIIB, Yang Maha Mengawasi

Oleh : Ustadz Abdullah Bin Taslim Al Buthoni, MA

Nama Allah Ta’ala yang maha agung ini disebutkan dalam tiga ayat al-Qur’an,
{إنَّ اللهَ كان عَلَيْكُمْ رقيباً}

“Sesungguhnya Allah Maha Mengawasi kamu sekalian” (QS an-Nisaa’:1).

{وكان اللهُ عَلى كُلِّ شَيْءٍ رَقِيْباً}

“Dan adalah Allah Maha Mengawasi segala sesuatu” (QS al-Ahzaab:52).

{وكُنْتُ عَلَيْهِمْ شَهِيْداً ما دُمْتُ فِيْهِمْ، فَلَمَّا تَوَفَّيْتَنِي كُنْتَ أنْتَ الرَّقِيْبَ عَلَيْهِمْ، وأنْتَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيْدٍ}

“Dan akulah yang menjadi saksi terhadap mereka selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan (angkat) aku, Engkau-lah Yang Maha Mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu” (QS al-Maa-idah:117).

Makna ar-Raqiib secara Bahasa

Ibnu Faris menjelaskan bahwa asal kata nama ini menunjukkan makna yang satu, yaitu berdiri (tegak) untuk mengawasi/memperhatikan sesuatu[1].

Al-Fairuz Abadi menjelaskan bahwa nama ini secara bahasa berarti pengawas, penunggu dan penjaga[2].

Ibnul Atsir dan Ibnu Manzhur menjelaskan bahwa nama Allah al-Raqiib berarti Maha Penjaga/Pengawas yang tidak ada sesuatupun yang luput dari-Nya[3].

Penjabaran makna nama Allah al-Raqiib

Imam Ibnu Katsir ketika menafsirkan ayat pertama di atas, beliau menjelaskan bahwa makna ar-Raqiib adalah zat yang maha mengawasi semua perbuatan dan keadaan manusia”[4].

Syaikh Abdurrahman as-Sa’di berkata: “ar-Raqiib adalah zat yang maha memperhatikan dan mengawasi semua hamba-Nya ketika mereka bergerak(beraktifitas) maupun ketika mereka diam, (mengetahui) apa yang mereka sembunyikan maupun yang mereka tampakkan, dan (mengawasi) semua keadaan mereka”[5].

Di tempat lain beliau berkata: “ar-Raqiib adalah zat yang maha mengawasi semua urusan (makhluk-Nya), maha mengetahui kesudahannya, dan maha mengatur semua urusan tersebut dengan sesempurna-sempurna aturan dan sebaik-sebaik ketentuan[6]“.

Maka makna ar-Raqiib secara lebih terperinci adalah: zat yang maha memperhatikan/mengetahui apa yang tersembunyi dalam dada/hati manusia, yang maha mengawasi apa yang diusahakan setiap diri manusia, yang maha memelihara semua makhluk dan menjalankan mereka dengan sebaik-baik aturan dan sesempurna-sempurna penataan, yang maha mengawasi semua yang terlihat dengan penglihatan-Nya yang tidak ada sesuatupun yang luput darinya, yang maha mengawasi semua yang terdengar dengan pendengaran-Nya yang meliputi segala sesuatu, yang maha mengawasi/memperhatikan semua makhluk dengan ilmu-Nya yang meliputi segala sesuatu[7].

Baca lebih lanjut

Asy Syaafi, Yang Maha Penyembuh

Oleh : Ustadz Abdullah Bin Taslim Al Buthoni, MA

 Dasar penetapan

Nama Allah Ta’ala yang maha agung ini disebutkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang shahih. Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu membacakan doa perlindungan kepada salah seorang (anggota) keluarga beliau (dengan) mengusapkan tangan kanan beliau dan beliau membaca (doa):

« اللَّهُمَّ رَبَّ النَّاسِ أَذْهِبِ الْبَاسَ ، اشْفِهِ وَأَنْتَ الشَّافِى ، لاَ شِفَاءَ إِلاَّ شِفَاؤُكَ ، شِفَاءً لاَ يُغَادِرُ سَقَمًا »

“Ya Allah Rabb (pencipta dan pelindung) semua manusia, hilangkanlah penyakit ini dan sembuhkanlah, Engkau adalah asy-Syaafi (Yang Maha Penyembuh), tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan (dari)-Mu, kesembukan yang tidak meninggalkan penyakit (lain)”[1].

Juga dalam hadits shahih yang lain, dari Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu tentang ruqyah (doa/zikir perlindungan) yang dibaca oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, lalu Anas radhiyallahu ‘anhu menyebutkan doa yang mirip dengan doa di atas.

Berdasarkan hadits-hadits ini, para ulama menetapkan nama asy-Syaafi (Yang Maha Penyembuh) sebagai salah satu dari nama-nama Allah Ta’ala yang maha indah, seperti Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah[2], Imam Ibnul Qayyim[3], syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin[4], syaikh ‘Abdur Razzak al-Badr[5] dan lain-lain.

Makna nama Allah Ta’ala asy-Syaafi

Imam Ibnul Atsir menjelaskan bahwa asal kata nama ini secara bahasa berarti lepas (sembuh) dari penyakit[6].

Sedangkan imam Fairuz Abadi menjelaskan bahwa arti asal kata nama ini (asy-syifa’) adalah obat penyembuh[7].

Sementara al-Haliimi menjelaskan bahwa maknanya secara bahasa adalah menghilangkan sesuatu yang menyakiti atau merusak pada badan manusia[8].

Maka nama Allah Ta’ala asy-Syaafi berarti Yang Maha Menyembuhkan segala penyakit lahir maupun batin. Dialah yang menyembuhkan hati manusia dari berbagai syubhat (kerancuan/kesalahpahaman dalam memahami Islam), ketidakyakinan, iri, dengki dan penyakit-penyakit hati lainnya, serta menyembuhkan badan manusia dari berbagai macam penyakit dan kerusakan. Tidak ada satu pun yang mampu melakukan semua itu kecuali Allah Ta’ala semata, maka tidak ada kesembuhan penyakit selain kesembuhan dari-Nya dan tidak ada asy-Syaafi (Yang Maha Penyembuh) kecuali Dia, sebagaimana ucapan Nabi Ibrahim ‘alaihis salam yang dinukil dalam al-Qur’an,

{وَإِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْفِينِ}

“Dan apabila aku sakit Dialah Yang menyembuhkan aku” (QS asy-Syu’araa’: 80). Artinya: jika aku ditimpa suatu penyakit maka tidak ada satupun yang mampu menyembuhkanku selain Allah Ta’ala, dengan sebab-sebab yang ditetapkan-Nya membawa kesembuhan bagiku[9].

Dan makna inilah yang diisyaratkan dalam doa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di atas, “Tidak ada kesembuhan kecuali kesembuhan (dari)-Mu”[10].

Baca lebih lanjut

Al Hasiib, Yang Memberi Kecukupan

Oleh : Ustadz Abdullah Bin Taslim Al Buthoni, MA

Dasar penetapan

Nama Allah Subhanahu wa Ta’ala yang maha agung ini disebutkan dalam beberapa ayat al-Qur’an:

وَكَفَى بِاللَّهِ حَسِيبًا

“Dan cukuplah Allah sebagai pemberi kecukupan” (an-Nisaa’: 6).

الَّذِينَ يُبَلِّغُونَ رِسَالاتِ اللَّهِ وَيَخْشَوْنَهُ وَلا يَخْشَوْنَ أَحَدًا إِلا اللَّهَ وَكَفَى بِاللَّهِ حَسِيبًا

“(Yaitu) orang-orang yang menyampaikan risalah Allah, mereka takut kepada-Nya dan tidak merasa takut kepada siapapun selain kepada-Nya. Dan cukuplah Allah sebagai pemberi kecukupan” (al-Ahzaab: 39).

Berdasarkan ayat di atas, para ulama menetapkan nama al-Hassib sebagai salah satu dari nama-nama Allah ‘Azza wa Jalla yang maha indah, seperti Imam Ibnul Atsir[1], Ibnu Qayyim al-Jauziyyah[2], Syaikh ‘Abdur Rahman as-Sa’di[3], Syaikh Muhammad bin Shaleh al-’Utsaimin[4], dan lain-lain.

Makna nama Allah Subhanahu wa Ta’ala al-Hasiib dan penjabarannya

Imam Ibnu Faris menjelaskan bahwa asal kata nama ini menunjukkan empat makna, salah satunya adalah al-kifaayah (memberi kecukupan)[5]. Makna asal secara bahasa ini juga disebutkan oleh imam al-Fairuz Abadi[6] dan Ibnu Manzhur[7]. Imam Ibnul Atsir menjelaskan bahwa makna nama Allah ‘Azza wa Jalla ini adalah al-Kaafi (Yang Maha Memberi kecukupan)[8].

Maka makna nama Allah ‘Azza wa Jalla al-Hasiib adalah Yang Maha Mencukupi hamba-hamba-Nya dalam semua kebutuhan mereka, baik dalam urusan agama maupun urusan dunia, Dia yang memudahkan bagi mereka segala kebaikan dan mencegah dari mereka segala keburukan[9].

Termasuk makna nama-Nya al-Hasiib adalah bahwa maha menjaga, menghitung dan mengetahui semua amal perbuatan para hamba-Nya, membedakan antara amal yang baik dan buruk, serta mengetahui balasan yang berhak mereka dapatkan dan kadar pahala atau siksaan yang mereka terima[10].

Syaikh ‘Abdur Rahman as-Sa’di memerinci penjabaran makna nama Allah Ta’ala yang maha agung ini dalam ucapan beliau: “Al-Hasiib adalah yang maha mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya, yang maha memberi kecukupan kepada orang-orang yang bertawakal kepada-Nya, dan maha memberikan balasan (yang sempurna) bagi para hamba-Nya dengan kebaikan atau keburukan sesuai dengan hikmah-Nya (yang maha tinggi) dan pengetahuan-Nya (yang maha sempurna) tentang amal perbuatan mereka yang besar maupun kecil.

Al-Hasiib (juga) bermakna yang maha mengawasi dan memperhitungkan (amal perbuatan) hamba-hamba-Nya, serta memberikan balasan bagi mereka dengan keadilan (yang sempurna) dan keutamaan (dari-Nya). Juga bermakna yang maha mencukupi hamba-Nya dalam (segala) kesedihan dan kekalutannya. (Makna yang) lebih khusus dari semua itu, bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala maha memberi kecukupan kepada orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.

وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

“Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah niscaya Dia akan mencukupkan (segala keperluan)nya” (QS ath-Thalaaq: 3).

Artinya, Allah akan memberikan kecukupan baginya dalam (segala) urusan agama dan dunianya.

Demikian juga al-Hasiib adalah yang maha menjaga dan memperhitungkan semua amal perbuatan hamba-hamba-Nya, yang baik maupun buruk, (kemudian memberikan balasan yang sempurna), jika amal baik maka akan mendapatkan balasan yang baik, dan jika buruk maka akan mendapatkan balasan yang buruk. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman:

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ حَسْبُكَ اللَّهُ وَمَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْمُؤْمِنِين

“Hai Nabi, cukuplah Allah (menjadi pelindung) bagimu dan bagi orang-orang mukmin yang mengikuti (petunjuk)mu” (QS al-Anfaal:64).

Artinya: Allah akn memberikan kecukupan (perlindungan) bagimu dan bagi orang-orang yang mengikuti (petunjuk)mu. Maka kecukupan (dari) Allah bagi hamba-Nya adalah sesuai dengan kesungguhan hamba tersebut dalam mengikuti (petunjuk) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam lahir dan batin, juga sesuai dengan penghambaan dirinya kepada Allah ‘Azza wa Jalla”[11].

Baca lebih lanjut